DARSANA WAISISEKA
1. Waisasika
Sistem filsafat Waisasika dipelopori oleh Rsi Kanada, beliau
disebut pula dengan nama Rsi Uluka, sehingga filsafat waisasika disebut pula
dengan sistem Kanada atau Aulukya. Kata Uluka artinya burung hantu, dahulu
ketika Rsi Gautama terjatuh ke dalam sumur, karena memikirkan tentang dirinya,
Rsi Kanada mempergunakan waktunya dengan menyibukkan dirinya disepanjang hari
dengan penyelidikannya dan keluar pada malam hari untuk mengumpulkan sedekah.
Karena ia sepanjang siang hari tidak pernah keliatan dan hanya berkeliling pada
malam hari maka beliau dijuluki dengan nama “si burung hantu” (Uluka).
Sumber pokok ajaran Waisasika adalah kitab Waisasikasutra, buah
karya Rsi Kanada. Dalam buku Waisasikasutra terdiri dari sepuluh bab, uraian
permasalahan dari masing-masing bab adalah sebagai berikut :
- Bab
I, berisi keseluruhan kelompok Padartha atau katagori-katagori yang dapat
dinyatakan.
- Bab
II, penetapan tentang benda-benda.
- Bab
III, uraian tentang jiva dan indra dalam.
- Bab
IV, uraian tentang badan dan bahan penyusunnya.
- Bab
V, uraian tentang karma atau kegiatan.
- Bab
VI, uraian tentang dharma atau kebajikan menurut kitab suci.
- Bab
VII, uraian tentang sifat-sifat dan Samavaya (keterpaduan; saling
hubungan).
- Bab
VIII, uraian tentang wujud pengetahuan, sumbernya.
- Bab
IX, uraian tentang pemahaman tertentu atau yang konkrit.
- Bab
X, uraian tentang perbedaan sifat dari jiwa.
Dalam perkembangan berikutnya muncullah beberapa kitab komentar
dari Waisasikasutra yang ditulis oleh para tokoh yaitu : Prasastapada yang
menulis kitab Padartha-dharma-sanghara yang juga dikenal dengan nama Bhasya,
Sankara menulis kitab sariraka Bhasya, Wyomasiwa menulis kitab Wyomawati,
Udayana menulis kitab Kirawana dan Sridhara menulis kitab Nyaya-kandali.
Sistem filsafat Waisasika muncul pada abad ke empat sebelum
masehi yang mula-mula sebagai sistem filsafat yang berdiri sendiri, akan tetapi
kemudian sistem ini menjadi satu dengan Nyaya. Pada abad ke sebelas masehi
kedua sistem filsafat ini berfungsi secara sempurna, sehingga oleh banyak
penulis kedua sistem ini disebut Nyaya-Waisasika. Tujuan pokok Waisasika
bersifat Metafisik. Isi pokok ajarannya menerangkan tentang dharma, yaitu apa
yang memberikan kesejahteraan di dalam dunia ini dan yang memberikan kelepasan
yang menentukan.Yang terpenting dari ajaran Vaisesika adalah ajaran tentang
katagori-katagori dan semua yang ada di Dunia ini.
Kata-kata visesa yang dijadikan dasar bagi penamaan sitem
falsafah ini berarti kekhususan atau partikularitas. Sesuai dengan namanya
sistem falsafah ini memusatkan perhatian pada menonjolnya ciri-ciri khusus dari
obyek-obyek pengamatan di alam semesta. Sebagai sistem kearifan yang tua dalam
jajaran falsafah India, Vaisesika lebih dikenal sebagai falsafah fisika dan
metafisika. Sebagai falsafah fisika, Darsana ini diawali dengan pembahasan
mengenai tujuh kategori benda-benda yang disebut padharta. Dari pembicaraan
mengenai masalah fisika kemudian beranjak kepada masalah metafisika, dengan
membincangkan masalah-masalah berkenaan dengan jiwa dan arti spiritual daripada
karma dan Dharma, yang dtentukan oleh tingkat pengetahuan manusia tentang dunia
dan obyek-obyek yang diamatinya dalam kehidupan.
Sebagai sistem falsafah fisika, Vaisesika sebenarnya lebih
merupakan perumusan terhadap padharta (kategori benda-benda). Pengetahuan
tentang padharta sangat penting dasar mencapai kebenaran tertinggi, yaitu
pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu.
2. Padartha
Padartha secara harfiah artinya adalah : arti dari sebuah kata;
tetapi disini Padartha adalah suatu permasalahan benda dalam filsafat. Sebuah
Padartha merupakan suatu obyek yang dapat dipikirkan (artha) dan diberi nama
(Pada). Semua hal yang ada, yang dapat diamati dan dinamai, yaitu semua obyek
pengalaman dan Padartha. Benda-benda majemuk saling bergantung dan sifatnya
sementara, sedangkan benda-benda sederhana sifatnya abadi dan bebas.
Sistem filsafat Waisasika terutama dimaksudkan untuk menetapkan
tentang Padartha, tetapi Rsi Kanada membuka pokok permasalahan dengan sebuah
pengamatan tentang intisari dari dharma, yang merupakan sumber dari pengetahuan
inti dari Padartha. Padartha pada Waisasika, seperti yang disebutkan oleh Rsi
Kanada sebenarnya hanya 6 buah katagori, namun satu katagori ditambahkan oleh
penulis-penulis berikutnya, sehingga akhirnya berjumlah 7 kategori (padartha),
yaitu :
2.1 Drawya (Substansi)
Yang disebut Drawya (substansi) adalah katagori yang bebas dan
tidak tergantung pada katagori yang lain, bahkan Drawya (substansi) mendasari
katagori yang lain. Drawya (substansi) juga disebut sebagai kekuatan dan
kegiatan zat-zat yang terdapat pada lapisan alam yang paling bawah. Tanpa
Drawya (substansi) katagori-katagori yang lain tidak dapat menjelmakan dirinya.
Selain dari itu, Drawya (substansi) mempunyai sifat sebagai sebab yang melekat
dalam artian, telah telah ada di dalam sesuatu yang dihasilkan oleh
katagori-katagori yang lain. Ada sembilan jenis Drawya (substansi) yaitu :
tanah (prthiwi), air (apah), api (tejah), udara (vayu), ether (akasa), waktu
(kala), ruang (dis), roh (jiva) dan pikiran (manas). Kesembilan Drawya
(substansi) ini bersama-sama membentuk alam semesta, baik yang bersifat jasmani
maupun rohani.
2.2 Guna (Kualitas)
Di dalam Drawya (substansi) terdapat guna (kualitas), tetapi
guna tidak bias berdiri sendiri tanpa adanya Drawya (substansi). Menurut ajaran
Waisasika ada 24 guna (kualitas), yaitu : rupa (warna), rasa (perasaan), gandha
(bau), sparsa (sentuhan), sabda (suara), sankhya (jumlah/hitungan), parimana (jarak),
prthakwa (penerangan), samyoga (persatuan), wibhaga (tak terbagi), paratwa
(tipis/sedikit), aparatwa (dekat), budhi (pengetahuan), sukha (kesenangan),
dukha (kesedihan), iccha (keinginan), dwesa (kesenangan), prayatna (usaha),
gurutwa (keberatan), drawatwa (keadaan cair), sneha (dalam), samskara
(kecenderungan), dharma (berfaedah), adharma (cacat). Sejumlah 8 sifat yaitu :
budhi (pengetahuan), sukha (kesenangan), dukha (kesedihan), iccha (keinginan),
dwesa (kesenangan), prayatna (usaha), dharma (berfaedah), adharma (cacat)
merupakan milik dari roh, sedangkan 16 buah lainnya merupakan milik dari
substasi material.
Dari 24 jenis guna yang dikemukakan oleh sistem waisasika maka
muncullah suatu pertanyaan, mengapa ada 24 guna, tidak lebih dan tidak kurang?.
Jawaban yang diberikan oleh Waisasika atas pertanyaan itu adalah sebagai
berikut : jika diperhitungkan berbagai sub bagian dari pada guna itu maka
jumlahnya akan banyak sekali. Tetapi di dalam klasifikasi suatu benda kita
mengurangi jumlah itu sehingga mencapai jumlah terakhir dari sudut pandang
tertentu.
Klasifikasi guna yang banyaknya 24 jenis itu diatur oleh
pertimbangan-pertimbangan dari kesadaran atau keluasannya dan pengurangan serta
penambahannya. Dengan demikian guna (kualitas) adalah apa yang dianggap oleh
sistem waisasika sebagai yang paling sederhana yaitu kualitas yang pasif dari
suatu substansi.
2.3 Karma (aktivitas)
Karma atau perbuatan adalah suatu gerakan dari badan. Seperti
halnya dengan Guna, Karma juga tidak dapat berdiri sendiri tanpa danya
substansi, namun dalam karma dan guna memiliki beberapa perbedaan yaitu : guna
adalah ciri yang stasis dari sesuatu sedangkan karma itu sifatnya dinamis, guna
tidak bias membuat orang keluar dari penderitaan sedangkan karma bersifat
transitif yang dapat membawa seseorang kepada suatu Tujuan tertentu. Sehingga
dengan demikian antara Guna dan Karma tidak saling tergantung, melainkan
sama-sama berdiri sendiri.
Dalam ajaran Waisasika ada lima macam gerakan (karma) yaitu :
Utksepana (gerakan yang melemparkan ke atas), Awaksepana (gerakan yang
melemparkan ke bawah), Akuncana (gerakan yang menimbulkan goncangan), Prasarana
(gerakan yang menimbulkan perluasan), Gemana (kemampuan bergerak dari suatu
tempat ke tampat lain).
Dalam hubungannya dengan karma, sistem Waisasika mengemukakan
ada satu pokok yang amat penting yang mesti mendapat perhatian, yaitu yang
menyebabkan adanya gerak itu. Terhadap hal ini Waisasika berpendapat bahwa
gerak itu senantiasa dimulai oleh suatu yang memiliki kesadaran.
2.4 Samanya (Sifat umum)
Menurut sistem Waisasika, Samanya (sifat umum) itu adalah kekal
dan nyata, tetapi di dalamnya terdapat saling keterikatan antara
individu-individu yang ada. Setiap individu dalam suatu kelompok memiliki suatu
sifat umum. Dalam ajaran Waisasika ada tiga jenis sifat umum yaitu : para (yang
tertinggi), apara (yang terendah) dan para-para (yang menengah)
2.5 Wisesa (Keistimewaan)
Melalui wisesa kita dapat mengetahui keunikan dari masing-masing
substansi yang pada dasarnya tidak terbagi-bagi dan bersifat kekal seperti
misalnya ruang, waktu, akasa, jiwa, pikiran dan atom-atom dari Catur Bhuta.
Sebagai bagian substansi yang bersifat kekal, wisesa pada dirinya sendiri
adalah bersifat abadi. Wisesa tidak terbagi-bagi dan bersifat abstrak.
2.6 Samawaya (Pelekatan)
Dalam hubungannya dengan samawaya, Waisasika munyatakan bahwa
samawaya adalah hubungan yang kekal yang terdapat pada masing-masing bagian
dari suatu benda yang disebabkan oleh adanya gerak, kualitas dan sifat umum dari
wujud yang terkecil dari benda itu sendiri
2.7 Abhawa (Ketidakadaan)
Sesungguhnya ketidakadaan itu bukanlah berarti penyangkalan
terhadap adanya sesuatu. Abhawa atau ketidakadaan itu ada 2 jenis yaitu:
- Samsargabhawa
: ketidakadaan suatu substansi di dalam suatu tempat. Samsargabhawa
terbagi atas tiga jenis, yaitu : Praghabawa (suatu benda tidak ada sebelum
dibuat), Dhwamsabhawa (tidak adanya suatu benda tidak ada sesudah benda
itu dirusakkan) dan Atyantabhawa (tidak adanya sesuatu benda (sifat suatu benda)
pada benda-benda lain, baik pada jaman dahulu, sekarang maupun masa yang
akan dating.
- Anyonyabhawa
: berarti tidak adanya hubungan antara dua buah benda yang saling berbeda.
3. Cara Mendapatkan Pengetahuan Menurut Waisasika
Alat untuk mendapatkan pengetahuan menurut Waisasika hanya ada 2
yaitu Pratyaksa Pramana dan Anumana Pramana. Waisasika menolak adanya Upamana
dan Sabda Pramana, karena hal ini dipandang memberikan kebenaran yang
meragukan. Maka Waisasika hanya mengakui dua Pramana yaitu Anumana Pramana dan
Pratyaksa Pramana.
Pratyaksa Pramana atau pengamatan, memberi pengetahuan kepada
kita mengenai sasaran yang diamati menurut ketentuan dari sasaran itu
masing-masing. Anumana berarti pengetahuan yang kemudian. Pengetahuan yang
didapat dengan Anumana atau Kesimpulan adalah dengan melihat suatu tanda yang
selalu memiliki hubungan dengan objek yang ditarik kesimpulannya.
4 Terjadinya Alam Semesta menurut Waisasika
Terjadinya alam semesta menurut sistem filsafat Waisasika
memiliki kesamaan dengan ajaran Nyaya yaitu dari gabungan atom-atom catur bhuta
(tanah, air, cahaya dan udara) ditambah dengan lima substansi yang bersifat
universal seperti akasa, waktu, ruang, jiwa dan manas. Lima substansi universal
ini tidak memiliki atom-atom, maka itu ia tidak dapat memproduksi sesuatu di
dunia ini. Cara penggabungan atom-atom itu dimulai dari dua atom (dwynuka),
tiga atom (Triyanuka), dan tiga atom ini saling menggabungkan diri dengan cara
yang bermacam-macam, maka terwujudlah alam semesta beserta isinya.
Bila gabungan atom-atom dalam Catur Bhuta ini terlepas satu
dengan lainnya maka lenyaplah alam beserta isinya. Gabungan dan terpisahnya
gerakan atom-atom itu tidaklah dapat terjadi dengan sendirinya, mereka
digerakkan oleh suatu kekuatan yang memiliki kesadaran dan kemahakuasaan.
Sesuatu yang memiliki kesadaran dan kekuatan yang maha dahsyat itu menurut
Waisasika adalah Tuhan Yang Maha Kuasa.
4 Etika dalam Waisasika
Waisasika dalam etikanya menganjurkan semua orang untuk
kelepasan. Kelepasan akan dapat dicapai melalui Tatwa Jnana, Srawana, manana,
dan Meditasi. Melalui Tatwa Jnana hendaklah seseorang memahami bahwa
sesungguhnya atman itu dalah berbeda dengan badan, indriya dan pikiran. Atman
adalah bagia dari Brahman yang pada hakikatnya adalah suci. Semua yan ada pada
alam semesta ini tidak terlepas dari kemahakuasaan Tuhan. Tuhankah yang
menentukan kehidupan semua mahkluk dan beliau pulalah yang menuntunnya untuk
mendapatkan kesempurnaan. Tetapi itu semua tidak terleas dari adrsta yaitu
kumpulan pahala perbuatan baik dan buruk dari kehidupan seseorang pada beberapa
fase kehidupan yang lalu. Pertimbangan dari adrsta inilah Tuhan memberikan
anugerah kapada seseorang. Tuhan pada Waisasika disebut Siva yang bersifat
transenden yang terpancar pada hukum sebab akibat, pada intinya merupakan bukti
adanya Tuhan sebagai yang maha kuasa dan meliputi segalanya.
Mengetahui hal ini dapat diartikan bahwa seseorang dalam
hidupnya selalu menegakkan dan mengikuti Dharma dan menjahui Adharma. Karena
Tuhan merupakan asal dan berakhirnya segala sesuatu maka sewajarnya setiap
orang dianjurkan oleh Waisasika untuk memuja Beliau dan mengikuti ajaranNya
melalui srawana, manana, dan meditasi untuk mencapai kelepasan.
Srawana adalah senang mendengarkan kata-kata yang ada pada kitab
suci yang disampaikan oleh guru kerohanian atau orang yang dapat depercaya.
Sedangkan manana adalah melaksanakan apa yang didengar, di baca dari
kitab-kitab suci di masyarakat melalui pikiran, perkataan dan perbuatan yang
dilandasi oleh cinta kasih terhadap sesama. Dan yang terakhir adalah meditasi
yaitu melakukan pemusatan pikiran terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan tujuan
menenangkan pikira dan merealisasikan sang diri sejati.dengam melakukan jalan
yang sudah ditunjuk oleh sistem Waisasika secara bersungguh-sungguh dengan
penuh keyakinan seseorang mendapatka kebebasan yang sejati yang ada pada
Brahman.
Kesimpulan
Vaisesika adalah salah satu bagian dari filsafat India atau Sad
Darsana yang usianya lebih tua dari sistem filsafat Nyaya. Pendiri sistem
Vaisasika adalah maharsi Kanada. Tujuan pokok ajaran Vvaisasika adalah bersifat
dharma yaitu tentang kesejahteraan duniawi dan kelepasan. Dalam Vaisasika ini
terdapat tujuh kategori (padharta) yang merupakan bagian yang terpenting dalam
sistem vaisasika. Adapun kategori-kategori tesebut yaitu, drwya, guna, karma,
samanya, wiwesa, samawaya, dan abhawa. Kategori-kategori itu ada pada semua
makhluk bahka pada benda lain di alam semesta ini.
Terjadinya alam semesta menurut Vaisasika adalah akibat dari
gabungan atom-atom catur butha dengan substansi-substansi lainnya. Dalam sistem
Vaisasika hanya mengakui dua pramana saja yaitu pratyaksa, dan anumana pramana.
Vaisasika dalam etikanya menganjurkan semua orang untuk kelepasan. Kelepasan
itu akan dapat dicapai melalui tatwa jnana, srawana, manna dan meditasi. Dengan
itu Vaisasika mengajarkan pada semua untuk berbakti kepada Tuhan, dengan
menyebut nama Tuhan, membaca kitab suci serta melaksanakan semua itu dalam
kehidupaan beragama dan bermasyarakat.
Comments
Post a Comment